Kamis, 19 Oktober 2017

Pejuang Peran Gender Seorang Laki-Laki





Peran gender terdapat beberapa peran antara perempuan dan laki-laki. Pada dasarnya laki-laki bisa memiliki rasa peran yang di lakukan oleh seorang perempuan. Gender menurut Heddy Shri Ahimsha Putra (2000) menegasakan bahwa istilah Gender dapat dibedakan ke dalam beberapa pengertian berikut ini: Gender sebagai suatu istilah asing dengan makna tertentu, Gender sebagai suatu fenomena sosial budaya, Gender sebagai suatu kesadaran sosial, Gender sebagai suatu persoalan sosial budaya, Gender sebagai sebuah konsep untuk analisis, Gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang kenyataan.

Dalam keluarga di Indonesia pada umumnya, orangtua atau lingkungan, secara langsung maupun tidak langsung telah mensosialisasikan peran anak laki-laki dan perempuannya secara berbeda. Anak laki-laki diminta membantu orang tua dalam hal-hal tertentu saja, bahkan seringkali diberi kebebasan untuk bermain dan tidak dibebani tanggung jawab tertentu. Anak perempuan sebaliknya diberi tanggung jawab untuk membantu pekerjaan yang menyangkut urusan rumah (membersihkan rumah, memasak, dan mencuci).

Peran gender terbentuk melalui berbagai sistem nilai termasuk nilai-nilai adat, pendidikan, agama, politik, ekonomi, dan sebagainya. Sebagai hasil bentukan sosial, peran gender dapat berubah-ubah dalam waktu, kondisi, dan tempat yang berbeda sehingga peran laki-laki dan perempuan mungkin dapat dipertukarkan.  Mengurus anak, mencari nafkah, mengerjakan pekerjaan rumah tangga (memasak, mencuci, dan lain-lain) adalah peran yang bisa dilakukan oleh laki-laki maupun  perempuan,  sehingga  bisa  bertukar  tempat tanpa  menyalahi kodrat. 

Pemikiran  seperti  ini  umumnya  muncul  terutama  pada  kelompok masyarakat yang masih menganggap bahwa sudah kodratnya perempuan untuk melakukan pekerjaan di dapur. Kita perlu ingat bahwa bukan kodratnya perempuan  untuk  masuk  dapur,  karena  kegiatan  memasak  di  dapur tidak ada kaitannya dengan ciri-ciri biologis yang ada pada perempuan. Kegiatan  memasak  di  dapur  (atau  kegiatan  rumah tangga lainnya)  adalah suatu bentuk pilihan pekerjaan dari sekian banyak jenis pekerjaan yang bisa dilakukan oleh  perempuan  ataupun  laki-laki (misalnya guru, dokter, pegawai negeri, sopir, pedagang, dan lainnya). 

Selain itu, terminologi kesetaraan gender seringkali  disalahartikan dengan mengambil alih pekerjaan dan tanggung jawab laki-laki. Misalnya bekerja untuk mengangkat barang-barang yang berat, mengganti atap rumah, menjadi nelayan atau berburu di hutan dan lainnya.

 Peranan laki-laki dalam konstruksi sosial masyarakat tidak bisa dilepaskan dari sebuah status yang melekat dalam diri laki-laki tersebut. Status sendiri diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Peranan laki-laki, sesuai dengan konstruksi gender yang berlaku di masyarakat merupakan sebuah status yang diberikan oleh masyarakat atau assigned-status. Hal ini terjadi karena masyarakat, sebagai pemberi peran mengharapkan laki-laki sebagai seseorang yang mampu mengayomi keluarga, pemberi nafkah, dan sebagai pemimpin. Sebaliknya terjadi pada perempuan, yang diharapkan masyarakat sebagai seorang pengasuh anak, ibu rumah tangga dan pelayan suami yang baik.




Artikel kami menunjukkan bahwa gender dapat memiliki arti bertukar peran antara laki-laki dan perempuan. Artikel kami memiliki sebuah contoh gender yang terdapat di lingkungan sekitar. Beliau adalah seorang kepala keluarga yang bekerja sebagai pembersih jalan atau dikenal sebagai Dinas Kebersihan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) tiap pagi dan tiap hari beliau bekerja beliau saat ini berusia 34, dan istri hanya ibu rumah tangga yang mengurus anak beliau yang sudah beranjak umur 5th. Di samping itu ketika beliau bekerja tiap hari , istri beliau bekerja sebagai penggulung perban yang mengambil bahan di rumah sakit yang kemudian di kerjakan di rumah. Anak beliau sekarang masih sekolah TK. beliau di tempat kerja mulai membersihkan jalan jam 05.00 pagi sampai jam 07.00 pagi. Lokasi beliau membersihkan di lingkungan sekitar dukuh kupang.

Pada pukul jam 9 siang beliau membersihkan daerah darmo satelit indah selesai, walaupun panas hujan beliau terjang demi anak istri dirumah meskipun. Badan terasa lelah dan lapar tetapi beliau menahan rasa lapar, memang begitu berat pekerjaan tetapi beliau jalani dengan sabar. Sebelum beliau bekerja di Dinas Kebersihan Ruang Terbuka Hijau beliau berjualan makanan di terminal joyoboyo setiap malam dan pulang subuh, terkadang anak beliau yang bernama fatir ikut menemani saya berjualan.

Ketika pada saat  jam 12.00 siang pembersihan terakhir , jam siang terkadang beliau bercerita memiliki rasa emosi sempat ketika pengendara  membuang sampah sembarangan di tengah jalan. Setelah jam 14.00 siang beliau absen pulang yang berada di kantor Dinas Kebersihan Ruang Terbuka Hijau di tanjung sari yang harus dilakukan inilah pekerjaan beliau setiap hari. Jika beliau sempat ada waktu setelah mengerjakan pekerjaan nya, beliau pun pulang ke rumah untuk mengurus anaknya untuk memandikan anaknya kemudian beliau mengantarkan anaknya mengaji.
Sumber: femalearticle.blogspot.com
Penulis: Erni

Fenomena Transvesti dalam Kesenian Tradisi


Dalam tulisan saya yang lalu mengenai Reog Sunda, saya memaparkan bahwa dalam kesenian Reog Sunda tersebut ada sebuah fenomena yang biasa disebut transvesti dalam dunia seni, atau dalam bahasa Inggris biasa disebut cross gender. Gender itu sendiri seperti yang didefinisikan oleh WHO adalah perbedaan status dan peran antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nilai budaya yang berlaku dalam periode waktu tertentu, dan transvesti itu tidak sama dengan transgender.
Transgender adalah seseorang yang identitas gender, ekspresi gender serta peran gender tidak sesuai dengan tubuhnya ketika ia dilahirkan (RutgersWPF Indonesia). Sedangkan transvesti adalah suatu peran yang bersifat “sementara”. Contoh sederhananya adalah seorang penari cross gender yang dalam kesehariannya tetap berpenampilan laki-laki. Atau seperti Bissu, seseorang yang memiliki dua elemen gender manusia yakni laki-laki dan perempuan. Artinya, bissu diperankan oleh laki-laki bersifat perempuan.
Seperti yang dipaparkan di dalam buku Cross Gender yang ditulis oleh Didik Nini Thowo, saya menemukan bahwa tidak hanya dalam Reog Sunda saja transvesti ini ditemukan. Dalam buku ini Didik memaparkan beberapa kesenian atau kebudayaan tradisi lain yang mengandung nilai-nilai tranvesti di dalamnya. Seperti Bissu di Sulawesi Selatan, Pertunjukan Teater di Cina yang banyak menunjukan laki-laki yang melakukan cross gender, Teater Jepang Kabuki dan Takarazuka, Drama tari Arja di Bali, dan juga beberapa pembahasan mengenai transvesti dari perspektif kesenimanan. Dan saya meyakini sebenarnya masih banyak lagi kesenian yang mengandung nilai tranvesti di dalamnya namun tidak tereksplorasi di dalam buku ini.
Dalam buku dengan tebal 132 halaman tersebut, kita dengan jelas akan mengetahui bahwa cross gender atau transvesti dalam kesenian memang sudah bukan hal yang aneh lagi. Dalam kata pengantar buku ini, yang ditulis oleh G.R. Lono Lastoro Simatupang, memaparkan bahwa transvesti adalah sebuah karunia, bukanlah petaka.
“Penting pula untuk dicatat bahwa sehubungan dengan adanya tuntutan pada seniman untuk mampu melintasi batas, Supanggah menilai ‘sifat AC/DC’ sebagai karunia, bukan petaka.” (Halama XI)
Dalam dunia kesenimanan, transvesti itu sendiri pada awalnya adalah sesuatu yang ditolak keras oleh seniman-seniman yang dianggap senior, seniman-seniman yang menjunjung tinggi norma-norma kaku. Namun pada akhirnya transvesti ini dapat diterima terutama dianggap menguntungkan kehidupan tari. Yang mana sangat sulit menemukan seorang laki-laki yang gerakannya halus ketika menarikan tarian Jawa gaya Surakarta.
Saya sendiri menyimpulkan, bahwa dengan adanya transvesti dalam dunia kesenimanan, akan semakin menambah warna dalam setiap pertunjukan kesenian. Memecah warna hitam dan putih menjadi warna-warna lainnya.
Buku ini, memberikan saya wawasan yang lebih luas lagi mengenai makna tradisi itu sendiri. Bahwa tradisi bukanlah sesuatu yang harus bersifat statis dari waktu ke waktu, melainkan sesuatu yang terus berkembang, menjadi kontemporer, dan kemudian kembali menjadi tradisi. Dan terus berulang seperti itu sampai manusia merasakan cukup. Namun satu hal, manusia tidak pernah merasa cukup.
Penulis : Wisesa Wirayuda*
Sumber: Suarakita.org

LGBT, budaya Indonesia dan lintas gender

Indonesia sebenarnya secara kultural memiliki berbagai budaya atau tradisi yang memperkenalkan keberadaan gender atau jenis kelamin selain laki-laki dan perempuan.
Suku Bugis yang berasal dari Sulawesi Selatan, mengenal lima jenis kelamin yaitu lelaki, perempuan, calalai atau perempuan yang lemah gemulai seperti perempuan, calabai atau perempuan yang tomboi seperti laki-laki dan bissu, seorang yang bukan laki-laki dan bukan pula perempuan.


Wayang OrangHak atas fotoGETTY
Image captionSeorang pemain wayang orang sedang bersiap-siap menjelang pementasan.

Bissu adalah seorang yang androgini, bersifat atau terlihat seperti perempuan maupun laki-laki, jelas Irwan Hidayana, antropolog dari Universitas Indonesia.
"Kalau dari studi yang ada, penelitian yang pernah ada tentang keragaman genderdi Bugis ini, mereka sebenarnya memang diterima, karena mereka diakui, diterima sebagai bagian dari masyarakat Bugis," papar Irwan.
Selain suku Bugis, beberapa suku lainnya juga mengenal peran yang lintas gender.


LenggerHak atas fotoAGUS WIDODO
Image captionAgus Widodo saat menari tari Lengger Lanang.

"Misalnya dalam konteks kesenian tarian dikenal tari Lengger Lanang dari Banyumas, di mana laki-laki menari sebagai peran perempuan. Lalu ada ludruk dari Jawa Timur, drama tradisional itu, sering kali ada peran-peran yang cross-gender.

Wayang orang

"Bahkan di dalam wayang orang di Jawa itu juga biasa. Arjuna misalnya dalam Wayang Orang itu bisa saja diperankan oleh perempuan karena Arjuna itu halus, tutur katanya halus dan segala macam," jelas Irwan.
Agus Widodo, seorang penari yang sejak tahun 2003 terbiasa mementaskan tari Lengger Lanang mengaku bahwa dewasa ini lebih banyak perempuan yang menampilkan tari tersebut.


AgusHak atas fotoAGUS WIDODO
Image captionAgus Widodo berharap media melestarikan budaya Indonesia.

Justru karena itu, katanya, ia akan terus berusaha mementaskannya.
"Saya tertarik karena ingin melestarikan kebudayaan Jawa yang hampir punah, karena remaja sekarang sudah banyak yang tidak peduli dengan kebudayaan Jawa, terutama Lengger, apa lagi cowok. Saya berusaha untuk meneruskan Lengger supaya tidak punah," ungkap Agus.
Lalu, bagaimana pendapatnya mengenai maraknya diskriminasi terhadap LGBT?
"Miris, sedih dan bingung juga marah. Bisa-bisa hanya karena (gelombang kebencian terhadap) LGBT, seni Lengger Lanang hilang, padahal LGBT kan juga manusia yang mempunyai hak untuk menentukan hidupnya," tutur seniman tersebut.

Sumber:  bbc.com

Kamis, 12 Oktober 2017

Permasalahan Gender di Indonesia

Pada dasarnya semua orang sepakat bahwa perempuan dan laki – laki berbeda.  Namun, gender bukanlah jenis kelamin laki – laki dan perempuan sebagai pemberian Tuhan. Gender lebih ditekankan pada perbedaan peranan dan fungsi yang ada dan dibuat oleh masyarakat. Oleh karena itu, gender penting di pahami dan dianalisa untuk melihat apakah perbedaan tersebut menimbulkan diskriminasi dalam artian perbedaan yang membawa kerugian dan penderitaan terhadap pihak perempuan.
Sebenarnya, kita telah mempunyai basis legal yang menjamin hak  - hak dan kesempatan bagi laki – laki dan perempuan. Hal tersebut terlihat dari Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan yang di buat oleh PBB pada tahun 1993. Namun, deklarasi tersebut tidak begitu dikenal oleh masyarakat di Indonesia, sehingga jarang di buat sebagai acuan dalam kegiatan penyelesaian masalah yang berbasis gender (Sunanti Zalbawi, 2004).
Di Indonesia, isu kesetaraan gender akhir – akhir ini menjadi isu yang tidak ada habisnya dan masih berusaha terus di perjuangkan baik di tingkat eksekutif maupun legislatif. Hal tersebut seperti yang diutarakan oleh Imam Prasodjo dalam Kompas 29 Juli 2010, menyatakan bahwa permasalahan perspektif gender yang paling substantif juga terlihat di eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Permasalahan tersebut mencakup substantif pemahaman tentang kebijakan berspektif gender itu sendiri. Peningkatan kesadaran dan pemahaman itu, harus dibarengi dengan adanya keterwakilan perempuan – perempuan dalam lembaga – lembaga negara, terutama lembaga pembuat kebijakan. Mengingat perempuan masih saja mengalami ketimpangan di bidang pendidikan, sosial, politik, dan ekonomi hanya karena perkembangan pengetahuan masyarakat Indonesia tentang gender itu sendiri masih sangat lambat.
a.Konsep gender dalam kehidupan masyarakat Indonesia
-Lingkungan keluarga
Posisi perempuan dalam keluarga pada umumnya dan di masyarakat Indonesia pada khususnya, masihlah berada di bawah laki – laki. Seperti kasus istri yang bekerja di luar rumah harus mendapat persetujuan dari suami, namun pada umumnya meskipun istri bekerja, haruslah tidak boleh memiliki  penghasilan dan posisi lebih tinggi dari suaminya. Meskipun perempuan sudah bekerja di luar rumah, mereka juga harus memperhitungkan segala kegiatan yang ada di rumah, mulai dari memasak hingga mengurus anak.
Lingkungan pendidikan
Di bidang pendidikan, perempuan menjadi pilihan terakhir untuk mendapatkan akses. Oleh karena itu, tingkat buta huruf tertinggi di Indonesia juga masih didominasi oleh kaum perempuan (kompas, 29 Juli 2010).
-Lingkungan pekerjaan
Perempuan yang memiliki akses pendidikan yang tinggi pada umumnya bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. namun, pemilihan pekerjaan tersebut masih berbasis gender. Perempuan dianggap kaum yang lemah, pasif dan dependen. Pekerjaan seputar bidang pelayanan jasa seperti bidang administrasi, perawat, atau pelayan toko dan pekerjaan dengan sedikit ketrampilan seperti pegawai administrasi dan hanya sedikit saja yang menduduki jabatan manajer atau pengambil keputusan (Abbott dan Sapsford, 1987).
b.Gender dan kesehatan di Indonesia
GBHN membuat permasalahan gender semakin pelik, dalam penjabarannya intinya menyebutkan bahwa perempuan indonesia berfungsi sebagai istri pengatur rumah tangga, sebagai tenaga kerja di segala bidang dan sebagai pendidik pada bagi anak – anaknya. Konsep tersebut semakin membingungkan perempuan di Indonesia untuk memilih antara terjun dalam kegiatan di luar rumah dan menjadi istri sertai bu yang baik (Retno Suhapti, 1995).
Konsep ini sangat berat bagi perempuan, dikarenakan proporsional beban tersebut mampu membuat perempuan retan akan stress. Selain itu, permasalahan ada pada keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Contohnya pada kasus ibu hamil yang menunggu keputusan suaminya untuk pergi berobat ke dokter. Pada akhirnya, ibu hamil terlambat mendapatkan penanganan yang dapat berakibat fatal bagi kesehatan janin dan ibu itu sendiri. Hal tersebut nampak permasalah gender di Indonesia mengakar sejak dahulu yang diawali dengan kebijakan pemerintah yang berlaku saat itu.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi, sudah waktunya perempuan dan laki – laki di Indonesia sama – sama berfungsi sebagai pengatur rumaha tangga pada khususnya dan pengatur beberapa kebijakan negara pada umumnya. Dengan tercapainya kondisi ini, dapat terjalin dengan harmonis bagi perempuan dan laki – laki di Indonesia. Perempuan juga harus mendapatkan kesempatan yang sama memilih dan meraih posisi yang sejajar dengan laki laki di masyarakat.
Untuk mewujudkan kondisi ini, mau tidak mau, kaum perempuan Indonesia harus sadar bahwa selama ini konsep yang berlaku adalah konsep yang berorientasi gender yang membuat membedakan peran antara perempuan dan laki – laki di Indonesia, menghambat kesempatan mereka. Kesadaran perempuan lah yang sangat di butuhkan untuk dapat meningkatkan kondisinya sendiri di bidang kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dll. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan perubahan keputusan bagi dirinya sendiri tanpa harus di bebani konsep gender.
Sumber: kompasiana.com
x

Remaja Bebas Bias Gender ; Yuk Mengetahui Kesetaraan Gender


Putu Noni Shintyadita
Relawan KISARA PKBI BALI
Kesetaraan gender adalah suatu keadaan setara dimana antara pria dan wanita dalam hak (hukum) dan kondisi  (kualitas hidup) adalah sama. Gender adalah pembedaan peran, atribut, sifat, sikap dan perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dan peran gender terbagi menjadi peran produktif, peran reproduksi serta peran sosial kemasyarakatan.
GENDER ? SEKS ? APA SIH ITU ?
Untuk memahami konsep gender, harus ada pembedaan antara konsep gender itu sendiri dengan konsep jenis kelamin (sex). Jenis kelamin (sex) merupakan pembagian dua jenis kelamin pada laki-laki dan perempuan yang ditentukan secara biologis dan memiliki sifat-sifat permanen yang tidak dapat berubah dan ditukarkan antara keduanya. Sifat tersebut merupakan kodrat yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap laki-laki dan perempuan. Sedangkan gender adalah pemilahan peran, fungsi, kedudukan, tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang berfungsi untuk mengklasifikasikan perbedaan peran yang dikonstruksi secara sosial dan kultural oleh masyarakat, dan bersifat tidak tetap serta bisa dipertukarkan antar keduanya. Dalam kaitannya dengan ilmu sosial, gender adalah pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam bentuk sosial yang tidak disebabkan oleh perbedaan biologis yang menyangkut jenis kelamin (Mc Donald, 1999).
Ada tiga istilah yang merujuk peran gender, yaitu :
  1. Peran reproduktif, yaitu peran-peran yang dijalankan dan tidak menghasilkan uang, serta dilakukan di dalam rumah. Contoh peran reproduktif antara lain : pengasuhan atau pemeliharaan anak, pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, menjamin seluruh anggota keluarga sehat, menjamin seluruh anggota keluarga kecukupan makan, menjamin seluruh anggota keluarga tidak lelah.
  2. Peran produktif, yaitu peran – peran yang jika dijalankan mendapatkan uang langsung atau upah – upah yang lain. Contoh peran produktif yang dijalankan di luar rumah : sebagai guru disuatu sekolah, buruh perusahaan, pedagang di pasar. Contoh peran produktif yang dijalankan di dalam rumah ; usaha salon dirumah, usaha menjahit di rumah dsb.
  3. Peran kemasyarakatan (sosial) terdiri dari aktivitas yang dilakukan di tingkat masyarakat. Peran kemasyarakatan yang dijalankan oleh perempuan adalah melakukan aktivitas yang digunakan  bersama. Contohnya : pelayanan posyandu, pengelolaan sampah rumah tangga, pekerjaan seperti itu (pekerjaan sosial di masyarakat) dan tidak dibayar.
KESETARAAN GENDER
Kesetaraan gender adalah suatu kondisi dimana semua manusia (baik laki-laki maupun perempuan) bebas mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa dibatasi oleh stereotype, peran gender yang kaku.  Hal ini bukan berarti bahwa perempuan dan laki-laki harus selalu sama, tetapi hak, tanggung jawab dan kesempatannya tidak dipengaruhi oleh apakah mereka dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan (Unesco, 2002).
Kesetaraan gender adalah tidak adanya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin seseorang dalam memperoleh kesempatan dan alokasi sumber daya, manfaat atau dalam mengakses pelayanan.
ISU-ISU KETIDAKADILAN GENDER
Perbedaan gender sering menimbulkan ketidakadilan gender (gender inequalities), terutama terhadap kaum perempuan baik di lingkungan rumah tangga, pekerjaan, masyarakat, kultur, maupun negara. Ketidakadilan tersebut termanifestasi dalam berbagai macam bentuk antara lain :
  1. Marginalisasi
Marginalisasi adalah proses peminggiran / penyingkiran terhadap suatu kaum yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan pelemahan ekonomi kaum tertentu. Marginalisasi terjadi karena berbagai hal, seperti kebijakan pemerintah, keyakinan, agama, tradisi, kebiasaan, bahkan karena asumsi ilmu pengetahuan sekalipun.
  1. Subordinasi
Subordinasi merupakan penempatan kaum tertentu (perempuan) pada posisi yang tidak penting. Subordinasi berawal dari anggapan yang menyatakan bahwa perempuan adalah kaum yang irrasional atau emosional sehingga kaum perempuan tidak cakap dalam memimpin.
  1. Stereotipe
Stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap kaum tertentu. Akan tetapi pada permasalahan gender, stereotipe lebih mengarah pada pelabelan yang bersifat negatif terhadap perempuan. Hal ini terjadi karena pemahaman yang seringkali keliru terhadap posisi perempuan.
  1. Kekerasan (violence)
Kekerasan (violence) adalah serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang. Kekerasan karena bias gender disebut gender related violence. Kekerasan tersebut terjadi karena disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Bentuk-bentuk kekerasan (violence) gender (terhadap perempuan) antara lain : pemerkosaan, serangan fisik dalam rumah tangga, kekerasan dalam pelacuran dan pornografi, pemaksaan dalam sterilisasi Keluarga Berencana (KB), serta pelecehan seksual.
  1. Beban kerja ganda (double burden)
Beban kerja ganda disebabkan oleh anggapan bahwa perempuan lebih cocok mengurusi dan bertanggung jawab atas pekerjaan domestik (menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangga, memasak, mencuci, bahkan memelihara anak). Pekerjaan domestik dianggap tidak bernilai dan lebih rendah bila dibandingkan dengan pekerjaan laki-laki karena tidak produktif. Konsekuensi tersebut harus diterima oleh perempuan yang bekerja di satu sisi harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya, di sisi lain harus bisa bertanggung jawab atas rumah tangganya. Hal inilah yang menyebabkan bahwa bias gender menjadikan perempuan menanggung beban kerja yang bersifat ganda
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN
Beberapa faktor penyebab diskriminasi terhadap kaum perempuan antara lain disebabkan oleh :
1. Nilai-nilai dan budaya patriarkhi.
2.Rendahnya kapasitas perempuan.
3.Kebijakan hukum, peraturan dan sistem yang diskriminatif.
4.Kebijakan-program yang diskriminatif.
DAMPAK DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN
Akibat diskriminasi terhadap perempuan, seringkali akan membawa dampak antara lain:
  1. Traumatik dan ketakutan (phobia) yang berlebihan terhadap hal-hal buruk yang pernah menimpanya.
  2. Rasa dendam dan amarah yang tidak dapat dikendalikan baik itu atas dirinya sendiri     ataupun terhadap orang lain karena perlakuan diskriminasi yang diterimanya.
  3. Berperilaku menyimpang, misalnya seseorang merasa dikucilkan di keluarga, maka ia akan mencari pelarian lain seperti masuk geng-geng ataupun terjerat dalam narkoba.
  4. Cacat fisik ataupun bekas kekerasan lainnya yang diterima perempuan, misalnya dalam kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga).
  5. Rasa rendah diri atau kurang percaya diri misalnya karena akibat dipinggirkan.
TIPS MENGATASI BIAS GENDER
  1. Bangun kesadaran diri
    Hal pertama yang harus kita lakukan adalah membangun kesadaran diri. Ini bisa dilakukan melalui pendidikan. Karena peran-peran yang menimbulkan relasi tak setara terjadi akibat pengajaran dan sosialisasi, cara mengubahnya juga melalui pengajaran dan sosialisasi baru. Kita bisa melakukan latihan atau diskusi secara kritis. Minta profesional, aktivis kesetaraan gender, atau siapa pun yang kita pandang mampu membantu untuk memandu pelatihan dan diskusi yang kita adakan bersama.
  2. Bukan urusan perempuan semata
    Kita harus membangun pemahaman dan pendekatan baru bahwa ini juga menyangkut laki-laki. Tidak mungkin akan terjadi perubahan jika laki-laki tidak terlibat dalam usaha ini. perempuan bisa dilatih untuk lebih aktif, berani, dan mampu mengambil keputusan, sedangkan laki-laki pun perlu dilatih untuk menghormati dan menghargai kemampuan perempuan dan mau bermitra untuk maju.
  3. Bicarakan
    Salah satu cara untuk memulai perubahan adalah dengan mengungkapkan hal-hal yang menimbulkan tekanan atau diskriminasi. Cara terbaik adalah bersuara dan membicarakannya secara terbuka dan bersahabat. Harus ada media untuk membangun dialog untuk menyepakati cara-cara terbaik membangun relasi yang setara dan adil antar jenis kelamin. Bukankah ini jauh lebih membahagiakan ?.
  4. Kampanyekan
    Karena ini menyangkut sistem sosial-budaya yang besar, hasil dialog atau kesepakatan untuk perubahan yang lebih baik harus kita kampanyekan sehingga masyarakat dapat memahami idenya dan dapat memberikan dukungan yang dibutuhkan. Termasuk di dalamnya mengubah cara pikir dan cara pandang masyarakat melihat “laki-laki” dan “perempuan” dalam ukuran “kepantasan” yang mereka pahami. Masyarakat harus memahami bahwa beberapa sistem sosial-budaya yang merupakan produk cara berpikir sering kali tidak berpihak, menekan, dan menghambat peluang perempuan untuk memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki. Jadi ini memang merupakan soal mengubah cara pikir.
  5. Terapkan dalam kehidupan sehari-hari
    Tidak ada cara terbaik untuk merealisasikan kondisi yang lebih baik selain menerapkan pola relasi yang setara dalam kehidupan kita masing-masing. Tentu saja semua harus dimulai dari diri kita sendiri, lalu kemudian kita dorong orang terdekat kita untuk menerapkannya. Mudah-mudahan dampaknya akan lebih meluas.

Pengertian Gender dan Perbedaanya Dengan Jenis Kelamin

Gender merupakan suatu pembagian dimana terdapat peran kedudukan yaitu antara tugas yang dimiliki oleh laki laki serta tugas yang dimiliki oleh perempuan yang telah ditetapkan oleh seluruh masyarakat atas dasar sifat yang dimiliki oleh laki laki dan juga perempuan secara pantas yaitu berdasarkan norma norma serta adat istiadat atau kepercayaan dan juga kebiasaan yang terjadi dalam masyarakat.
Gender ini sendiri mempunyai perbedaan dalam bentuk atau antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya sebab norma atau adat istiadat yang berlangsung tersebut juga tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Pengertian gender tersebut dapat dipahami dengan sangat mudah dan untuk anda yang ingin tahu lebih lanjut mengenai makna gender tersebut maka langsung saja simak ulasannya pada berikut ini.

Antara Gender dan Jenis Kelamin

Gender dan jenis kelamin adalah dua hal yang sangat erat hubungannya. Jadi jenis kelamin tersebut merupakan perbedaan dari bentuk, sifat, serta fungsi biologis yang dimiliki oleh laki laki dan juga perempuan serta membedakan peran masing-masing untuk mendapatkan garis keturunan. Perbedaan jenis kelamin tersebut biasanya sering ditandai dengan adanya organ reproduksi. Seringkali masyarakat dibingungkan oleh pengertian gender dan pengertian jenis kelamin yang keduanya merupakan dua hal yang berbeda.
Perlu anda ketahui bahwa gender dan jenis kelamin tersebut adalah dua hal yang berbeda. Gender merupakan perbedaan antar peran, hak serta kewajiban, kuasa dan juga kesempatan yang dimiliki oleh laki laki maupun perempuan sedangkan jenis kelamin merupakan perbedaan biologis yang dimiliki masing-masing laki laki dan juga perempuan.
Gender ini sendiri memiliki sifat yang lokal sebab gender tidak dapat disamakan. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan antar wilayah mengenai budaya dan juga perkembangan masyarakatnya sedangkan jenis kelamin memiliki istilah yang sama baik di seluruh dunia yaitu menyatakan bahwa wanita dapat hamil dan laki laki tidak atau dapat juga dikatakan sebagai sifat universal. Itulah beberapa informasi yang dapat anda ketahui dari pengertian gender serta perbedaannya dengan jenis kelamin.
Sumber: http://rocketmanajemen.com

9 Negara yang Telah Akui Gender Ketiga Selain Pria dan Wanita. Anehnya Justru Didominasi Negara Asia


Di Indonesia pembicaraan tentang transgender maupun dalam lingkup lebih luas Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender (LGBT), memang masih dianggap tabu. Namun meski tidak dibicarakan secara terbuka, bukan berarti kelompok ini tidak ada atau lama-lama akan menghilang. Dianggap angin lalu atau dihujat karena menyalahi kodrat, tak mengubah kenyataan bahwa mereka tetap berada dan hidup diantara kita. Ada negara seperti Indonesia yang masih menganggap transgender sebagai permasalah sosial, namun ada juga negara yang menerimanya sebagai identitas dengan tangan terbuka. Meskipun secara umum, kelompok LGBT termasuk transgender di negara manapun masih jauh dari diperlakukan selayaknya manusia atau warga negara yang setara.
Nah kali ini Hipwee ingin merangkum negara-negara mana saja yang kiranya terdepan dalam isu kesetaraan hak-hak kelompok LGBT ini. Terutama untuk orang-orang transgender yang tidak mengidentifikasikan dirinya baik sebagai pria atau wanita, hanya 7 negara ini yang mengakui adanya gender ketiga secara sah dalam undang-undang.

1. Nepal jadi negara di urutan awal yang mengakui hak-hak transgender di mata hukum

Nepal pasti bukan negara pertama kali terlintas dalam pikiranmu ketika membahas persamaan hak-hak dasar LGBT, khususnya transgender. Tapi nyatanya, Nepal adalah salah satu negara paling awal yang mulai membahas pengakuan di tataran hukum. Pada tahun 2007, pengadilan tertinggi Nepal mengakui hak individu untuk mengindentifikasi gendernya berdasarkan perasaan atau keinginan pribadi tanpa harus membatasi diri hanya sebagai pria atau wanita. Sejak saat itu, gender ketiga di Nepal sudah berhasil diakui lewat dokumen-dokumen resmi sampai kamar mandi umum. Pada tahun 2015, Monica Shahi jadi transgender pertama yang berhasil memegang paspor resmi dengan gender ‘O’.

2. Di India, transgender atau hijra memegang kartu identitas dengan gender ‘Other’

yguyvfg
Hijra India memegang kartu identitas dengan gender ‘Other’ via saddahaq.blob.core.windows.net

Langkah Nepal tersebut jadi pembuka jalan bagi negara-negara di sekitarnya untuk melakukan hal yang sama. Populasi transgender yang cukup besar di wilayah ini mungkin bisa menjelaskan kenapa justru negara-negara Asia Selatan justru terdepan dalam pengakuan identitas transgender. Terutama di India dan Pakistan, kelompok transgender secara historis sudah mengidentifikasi diri sebagai ‘hijra’. Pada tahun 2014 akhirnya pemerintah India mengakui persamaan hak-hak dasar transgender dengan penambahan gender ketiga di dokumen dan urusan resmi negara.

3. Sama seperti India, Pakistan juga mengakui keberadaan hijra ini lho!

Sama seperti di India, kelompok ‘hijra’ dari zaman dulu sudah ada, jumlahnya cukup besar dan tersohor di masyarakat sebagai penari atau performer panggung. Keberadaan mereka secara hukum mulai diakui sejak tahun 2009. Namun nyatanya banyak pasal-pasal yang bahkan belum terealisasi sampai sekarang. Kartu identitas dan hak suara dalam pemilihan baru bagi kelompok yang telah diakui sebagai gender ‘O’ ini, baru terealisasi pada tahun 2013.

4. Transgender diakui pemerintah Bangladesh, meski masih juga mendapat diskriminasi

Kartu identitas tak bisa menjamin hilangnya diskriminasi sosial via tribune.com.pk
Besarnya populasi ‘hijra’ di Asia Selatan memang jadi tenaga pendorong kuat bagi perjuangan untuk mengakui gender ketiga. Di Bangladesh, upaya tersebut dimulai sejak tahun 2011. Gender ketiga di Bangladesh juga disebut ‘Other’ atau ‘O’. Tapi perlu diingat bahwa pengakuan resmi dengan undang-undang, baik di Nepal, India, Pakistan dan Bangladesh itu, tidak serta merta menghilangkan diskriminasi dalam tatanan sosial. Sayangnya, sampai saat ini kelompok minoritas ini masih jadi salah satu kelompok yang paling termarginalkan dalam masyarakat. Meski diakui secara hukum, tapi masih sering dihujat dan didiskriminasi secara sosial.

5. Isu tentang gender ketiga juga diakui di negara kanguru, Australia

Di Australia, perjuangan persamaan identitas gender ketiga tidak dapat dilepaskan dari sosok ‘Norrie’. Setelah operasi reassignment atau penyesuaian kelamin di tahun 1989, Norrie yang terlahir sebagai pria mulai merasa tidak sesuai menyebut dirinya sebagai pria maupun wanita. Akhirnya pada tahun 2010, Norrie mengajukan perubahan nama dan gender yang disebutnya sebagai ‘non-spesific’ kepada pengadilan. 
Satu kasus inilah yang memulai gerakan diakuinya gender ketiga di Australia. Pada bulan September 2011, secara resmi individu intersex atau yang berkelamin ganda dapat memilih gendernya sebagai ‘X’ jika tidak ingin disebut pria atau wanita. Namun gender X ini masih tidak berlaku bagi kelompok transgender lain. Transgender yang terlahir dengan alat genital spesifik pria atau wanita, bisa dengan mudah mengganti preferensi gender dari pria ke wanita atau sebaliknya, sesuai keinginan mereka.

6. Tak mau kalah dari Australia, New Zealand juga memberikan persamaan hak untuk transgender

Georgina Beyer, transgender pertama yang berhasil jadi anggota parlemen di New Zealand via www.newstatesman.com
Mengikuti jejak Australis, negara tetangganya New Zealand juga mengimplementasikan pilihan gender ketiga di kartu identitas seperti paspor. Transgender dapat mengubah identifikasi gender di paspor mereka dengan cukup mengisi form deklarasi singkat. Dalam form tersebut terdapat pilihan M untuk pria, F untuk wanita, dan X untuk indeterminata atau gender tidak spesifik. Terpilihnya seorang transgender bernama Georgina Beyer sebagai anggota parlemen pada tahun 2005, juga jadi dorongan khusus bagi pergerakan transgender mendapat persamaan hak.

7. Jerman memberi kebebasan untuk memilih gender bagi yang memiliki kelamin ganda

Bisa menentukan gender yang diinginkan ketika dewasa via ft.com
Saat ini Jerman adalah satu-satunya negara yang memberikan pilihan untuk tidak mendaftarkan gender pada sertifikat kelahiran, jika bayi lahir dengan kelamin ganda atau intersex. Nantinya ketika anak intersex  sudah memasuki usia legal, mereka dapat memilih mengidentifikasi diri sebagai pria, wanita, maupun ‘X’. Kebijakan ini dibuat karena tingginya angka perbaikan alat kelamin dari anak-anak intersex yang tidak puas dengan ‘pilihan’ gender yang dibuat oleh orangtua atau orang dewasa di sekitarnya.

8. Pemerintah Denmark pro aktif  memberi ruang pada pemilik gender ketiga

Merayakan pengakuan gender ketiga via independent.co.uk
Mulai tahun 2014, Denmark juga sudah memiliki pilihan ‘X’ disamping pilihan tradisional gender sebagai pria dan wanita di paspor resminya. Meski masih harus menjalani periode tunggu selama enam bulan serta adanya usia minimal yang harus ditaati, kelompok transgender Denmark mengekspresikan kebahagiaan dengan turun ke jalan dan berparade.

9. Malta jadi salah satu negara Eropa yang kesetaraan gender-nya juara!

Pernikahan Joanne Cassar via www.timesofmalta.com
Sama seperti Norrie di Australia, perjuangan persamaan hak transgender di Malta juga identik dengan satu tokoh bernama Joanne Cassar. Selama 9 tahun lamanya, Cassar memperjuangkan haknya untuk dapat menikah secara resmi dihadapan hukum Malta. Perjuangan lamanya akhirnya berbuah manis ketika Cassar berhasil melangsungkan pernikahannya dengan kekasihnya pada bulan Mei 2015.
Perjuangan Cassar tidak hanya terbatas pada kemenangan pribadinya, tapi juga perjuangan kaum transgender di Malta secara umum. Selain Denmark, Malta menjadi salah satu negara Eropa dengan kesetaraan hak trans yang terdepan. Dari kemudahan pergantian identitas gender tanpa harus disertai catatan dokter maupun surat operasi, tapi juga pengakuan adanya gender ‘X’ di paspor.

Gimana nih informasi yang Hipwee bagikan hari ini? Lumayan lah buat tambah pengetahuan, tentang bagaimana kelompok transgender bisa diakui dengan identitas gender baru yang disebut ‘O’, ‘X’, maupun non-spesific. Penting untuk diingat bahwa kita semua hanyalah manusia yang hidup berdampingan dan harus saling menghormati keberadaan satu sama lain di dunia. Maka dari itu, hanya karena mereka berbeda bukan berarti mereka tak memiliki hak sama untuk dihormati dan diperlakukan sebagai manusia.

Sumber: hipwee.com